Makna Daksina Beserta Unsur- Unsur Didalamnya
Makna Daksina
Daksina Simbol Penghormatan dan Simbol Bhuana Agung Stana Hyang Tunggal dan Hyang Tunggal itu SendiriJika kita menelusiri makna leksikal dan etimologi kata Daksina di kamus Hindu, karena itu Dakshina umumnya disimpulkan menyembahkan "Daksa" yang bermakna berarti "sanggup". Dakshina bermakna apa yang diberi atau disembahkan secara ikhlas dari kekuatan seorang. Disaksikan dari segi Etimologi, Kata Dakshina diawali dengan suku kata ‘Da,' di mana dalam Purana dikisahkan saat Prajapathi akan memberi bija mantra ke tiga set anak (devata, asura, dan manusia biasa). Bukan hanya ke-3 anak-anaknya, tapi juga beberapa siswanya. Pada step penuntasan study, seperti umumnya Guru-Sisya, beberapa sisya meminta pada Guru untuk mantra menuntun. Prajapati tersenyum dan minta tiap anak dan siswanya dekatinya secara terpisah. Ke telinga setiap dia menyampaikan suku kata ‘Da'. Karena kualitas yang lain, setiap dengar suatu hal yang lain untuk bija mantra itu.
yang devata dengar "DA" bermakna penahanan (mengendalikan diri)
Manusia biasa dengar "Daan" yang bermakna untuk memberi/persembahan sebagai rasa hormat
dan asura dengar "Daya" yang bermakna kasih sayang
Dakshina merupkan Dewinya Weda, Shaktinya Weda, yang menyimbolkan diskriminasi. Diskriminasi adalah memahami Kebenaran, Kesadaran, dan kekuatan untuk membandingkan di antara kebenaran dan kepalsuan.
Dakshinamurty, ialah wujud (murti)nya Siva, disebutkan begitu karena Ia memberi pengetahuan mengenai Kebenaran tanpa cela, dan kekuatan untuk membandingkan maya dari yang riil.
Kata dhaksina (di bali : Daksina) jika dalam kamus Sanskerta Inggris oleh Arthur Anthony Macdonall, bermakna "tangan kanan, selatan, pemberian, gaji upacara. Hadiah dan yang semacam dengan itu bermakna suatu hal yang direalisasikan sebagai shakti upacara yadnya, atau Yadnya Patni. Dari pengetahuan bahasa sanskerta yang bermakna pemberian dengan tangan kanan berikut karena itu adat Hindu di Bali mengartikan pemberian secara terhormat itu jika diberi dengan tangan kanan. Di Bali, jika sebuah upacara yadnya tanpa Daksina untuk Pandita pimpinan upacara, karena itu upacara itu bukan jadi punya pelaksana upacara (Si Yajamana) tetapi jadi punya si pandita.
Kita di Bali lebih mengartikan Dhaksina sebagai penghormatan, dan sebagai Siwamurti (wujud siwa) yang diejawantahkan berbentuk simbol-simbol Banten.
Dalam Penyelenggaraan upacara Yajna di Bali, nyaris tidak ada upacara Hindu yang tidak memakai Banten Daksina. Dalam Lontar Parimbon bebanten ada disebut jika upacara tidak sukses jika tidak memakai Daksina. Dalam lontar itu Daksina itu disebut sebagai "Yadnya patni". Yadnya Patni maknanya daksina sebagai shaktinya satu upacara. Shakti dengan bahasa Sanskerta ialah kemampuan. Dengan begitu salah satunya kemampuan satu yajna berada pada dhaksinanya. Selanjutnya disebut dalam primbon bebanten, jika ketika penyembahan jika tidak memakai Daksina akan menghancurkan indria, dapat berpengaruh buta atau tuli dan lain-lain, dan bisa juga hilangkan semua yasa dan kerti (layanan dan usaha). Jika cuman memakai Daksina tanpa lainnya tidak bagus, daksina ini jarang-jarang sekali berdiri dengan sendiri, tentu ada banten pendamping yang mengikut, minimum canang di saat ia berperan sebagai lingga Hyang Siwa di pelinggih atau di pelangkiran.
Daksina adalah tapakan dari Ida Si Hyang Widhi Wasa , dalam bermacam manifestasi-Nya dan adalah perwujudan-Nya. Daksina memiliki fungsi-fungsi atau arah yakni sebagai berikut ini:
- Permintaan kehadapan Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa supaya Beliau sudi melimpahkan wara nugrahaNya hingga mendapatkan keselamatan.
- Sebagai persembahan atau tanda terima kasih yang dalam "Yadnya Patni", disebut daksina selalu mengikuti banten-banten yang cukup besar dan lain-lain perwujudan atau pertapakan.
- Dalam lontar Yadnya Prakerti disebut jika Daksina menyimbolkanHyang Guru / Hyang Tunggal
Unsur-Unsur Daksina
Dalam daksina dibikin dari bermacam elemen yang mempunya artinya setiap baik sebagai simbol perwujudan Hyang Tunggal atau sebagai Stana Hyang Widi atau Bhuana Agung, yakni sebagai berikut ini:
1. Alas bedogan/srembeng/wakul/katung, dibuat dari janur/slepan yang memiliki bentuk bundar dan sedikit panjang dan ada batasan pinggirnya. Alas Bedogan ini simbol pertiwi elemen yang bisa disaksikan secara jelas.
2. Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina, dibuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukur dengan alas wakul. Bedogan sisi tengah ini ialah simbol Akasa yang tanpa pinggir. Srembeng daksina adalah simbol dari hukum Rta ( Hukum Kekal tuhan)
3. Terlihat, dibikin dari 2 potongan janur lalu dijahit sehinga membuat tanda lebih. Terlihat ialah simbol kesetimbangan baik makrokosmos atau mikrokosmos, dalam adat tantra, tapak dara menyimbolkan Ibu Pertiwi Bapa Akasa. terlihat menyimbolkan swastika, yang maknanya mudah-mudahan pada kondisi baik.
4. Beras, yang disebut makanan dasar melambang hasil dari bumi sebagai sumber penghidupan manusia di bumi ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
5. Sirih temple / Porosan dan Kembang: dibuat dari daun sirih (hijau - wisnu), kapur (putih - siwa) dan pinang (merah - brahma) diikat demikian rupa hingga jadi satu, porosan ialah simbol penyembahan si Hyang Tri Murti. beberapa ada yang mengartikannya sebagai lambang kemampuan Kama untuk aktualisasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Semara. Kembang sebagai simbol Niat Suci dan kebersihan hati.
6. Kelapa, ialah buah serbaguna, yang lambang Pawitra (air keabadian/amertha) atau simbol semesta alam yang terdiri dari 7 susunan (sapta loka dan sapta patala) karena rupanya kelapa mempunyai tujuh susunan ke dan tujuh susunan ke luar. Air sebagai simbol Mahatala, Isi halusnya simbol Talatala, didalamnya simbol tala, susunan pada didalamnya simbol Antala, susunan isi yang keras simbol sutala, susunan tipis terdalam simbol Nitala, batoknya simbol Patala. Sedang simbol Sapta Loka pada kelapa yakni: Bulu batok kelapa sebagai simbol Bhur loka, Serat aliran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah simbol svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering simbol Jnana loka, kulit serat kering simbol Tapa loka, Kulit kering sebagai simbol Satya loka Kelapa dikupas dibikin bersih sampai terlihat batoknya bermaksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentu saja harus bersih dari beberapa unsur pergolakan indria yang mengikat dan serabut kelapa ialah simbol pe ngikat indria.
7. Telor Itik, dibuntel dengan ketupat telor, ialah simbol awalnya kehidupan/ getar-getar kehidupan , simbol Bhuana Alit yang menempati bumi ini, karena pada telor terdiri dari 3 susunan, yakni Kuning Telor/Sari simbol Antah karana sarira, Putih Telor simbol Suksma Sarira, dan Kulit telor ialah simbol Sthula sarira. digunakan telur itik karena itik dipandang suci, dapat pilih makanan, benar-benar rukun dan bisa sesuaikan hidupnya (di darat, air serta terbang jika perlu)
8. Pisang, Tebu dan Kojong, Jika di india pemakaian susu dan madu, kita di Bali menggantinya dengan pisang dan tebu sebagai persembahan , tetapi ada yang mendefinisikan jika Pisang dan tebu itu ialah lambang manusia yang menempati bumi sebagai sisi dari alam ini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya. Jika dalam makna daksina sebagai bentuk Hyang Tungga karena itu dalam tetandingan daksina, Pisang menyimbolkan jemari, Tebu belambangkan tulang.
9. Buah Kemiri, ialah sibol Purusa / Mental / Lelaki, dari sisi warna putih (ketulusan)
10. Buah kluwek/Pangi, simbol pradhana / kebendaan / wanita, dari sisi warna merah (kemampuan). Dalam tetandingan menyimbolkan dagu.
11. Gegantusan, adalah kombinasi dari isi dataran dan lautan, yang dibuat dari kacang-kacangan, bumbu-bumbuan, garam dan ikan teri yang dibuntel dengan kraras/daun pisang tua ialah simbol sad rasa dan simbol kemakmuran.
12. Papeselan, dibuat dari 5 tipe dedaunan yang diikat jadi satu ialah simbol Panca Devata; daun duku simbol Isvara, daun manggis simbol Brahma, daun durian / langsat / ceroring simbol Mahadeva, daun salak / mangga simbol Visnu, daun nangka atau muncul lambat Siva. Papeselan adalah simbol kerja sama (Tri Hita Karana).
13. Bija ratus ialah kombinasi dari 5 tipe beberapa bijian, salah satunya, godem (hitam - wisnu), Jawa (putih - iswara), Jagung Nasi (merah - brahma), Jagung Biasa (kuning - mahadewa) dan Jali-jali (Brumbun - siwa). keseluruhnya itu dibuntel dengan kraras (daun pisang tua).
14. Benang Tukelan, ialah alat pengikat lambang dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka pada proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk memperoleh Tirtha Amertha dan simbolis dari penyambung di antara Jivatman yang tidak usai sampai berlangsungnya Pralina. Saat sebelum Pralina Atman yang dari Paramatman akan terus-terusan alami penjelmaan yang berkali-kali saat sebelum capai Moksa. Dan semua akan kembali ke Hyang Widhi jika sudah Pralina. dalam tetandingan dipakai sebagai lambing usus/perut.
15. Uang Kepeng, yang sejumlah 225 kepeng ialah lambang Bhatara Brahma adalah pokok kemampuan untuk membuat hidup dan sumber kehidupan. Angka 225 (satak selae) jika dijumlahkan jadi angka sembilan, angka suci simbol dewata nawa sanga yang ada di sembilan pelosok Bhuwana Agung. Uang ialah alat penebus semua kekurangan sebagai sarining manah.
16. Sesari, sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
17. Sampyan Payasan, dibuat dari janur dibikin seperti sisi tiga, simbol dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
18. Sampyan pusung, dibuat dari janur dibuat hingga seperti pusungan rambut, sesunggunya arah akhir manusia ialah Brahman dan pusungan itu lambang pengerucutan dari indria-indria
19. Canang sari. lambang titik, yakni Compas, timur, selatan, utar dan pusat aktualisasi Hyang Widhi Wasa sebagai Hyang Panca Dewata. Seperti diterangkan dalam Lontar Yadnya Pelutaning ,Arti Daksina ialah lambang salam ke aktualisasi Tuhan (Hyang Widhi Wasa ). Daksina bermakna buah yadnya. Sesudah upacara, daksina dihidangkan ke pimpinan uacara untuk mengucapkan syukur.
Beberapa jenis Daksina diartikan ialah seperti berikut :
1. Daksina alit.
Didalamnya ialah satu jatah dari setiap elemen, banyak dipakai, baik sebagai pendamping banten lainnya, atau berdiri dengan sendiri sebagai banten tunggal.
2. Daksina pakala-kalaan (Manusa Yajna).
Isi daksina dilipatkan 2x dengan ditambahkan dua tingkih dan dua pangi. Dipakai di saat ada perkawinan dan untuk upacara bayi / membuat peminyak-penyepihan
3. Daksina krepa (Rsi Yajna).
Daksina yang didalamnya dilipatkan 3x. Manfaatnya lebih jarang-jarang, terkecuali ada penebusan oton / menurut panduan rohaniwan atau seperti panduan lontar khusus misalkan buat penebusan oton atau mebaya oton.
4. Daksina gede/pamogpog (upacara besar).
Didalamnya dilipatkan 5 (lima) kali, diperlengkapi dengan tetandingan-tetandingan lainnya yakni:Landasan tempat daksina sebuah berlagak yang berisi srobong dan pada intinya dikasih tetampak taledan bulat. Masukan : 5 x coblong beras, 5 butir kelapa yang di atasnya berisi benang putih tukelan kecil, 5 kojong tampelan tempatkan berkeliling-keliling, 5 kojong pesel-peselan, 5 kojong gegantusan, 5 kojong tebu, 5 kojong pisang, 1 cepér berisi 5 biji pangi, 5 biji kemiri (tingkih), 1 cepér berisi 5 butir telur bébék, Sampiyannya : basé ambungan (kekojong dari janur berisi basé helaian dan sampiyan sreyok - saksikan gambar samping
5. Daksina galahan
Langkah Membuat Daksina diantaranya :
- Masukan Tetampak ke Bedogan, tapak dara ke bedogan.
- Masukan Beras, Silih Asih, Pangi, Gantusan dan Pesel-peselan ke Bedogan.
- Taruh Kelapa di atasnya.
- Masukan Adeng, Jinah/uang Bolong, tingkih dan Tetebusan Benang di Kelapa. kelapa tingkih Adeng jinah bolong.
- Paling akhir, tempat Canang Sari di atasnya.
Lebih rincinya dengan semua ceritanya akan kita bahas di tulisan selanjutnya kembali, mudah-mudahan berguna.