PURA DALEM AGUNG PAYANGAN
Payangan adalah Kecamatan di kabupaten Gianyar yang ada diketinggian 600 mtr. di permukaan laut yang bersebelahan langsung dengan daerah bukit Kintamani Bangli.Kecamatan Payangan berada di tengah pulau bali/murwaning jagat bali dan nama wilayah Payangan pada jaman jaman dulu ialah Parahyangan yang bermakna Kahyangan,sebab jauh saat sebelum kehadiran Rsi Markandeya era kedelapan di pulau Bali tempat ini sebagai pancering jagat Hyang Bhatara-Bhatari dalam kata lain Bumi Parahyangan sebagai tempat stana dan melinggihnya beberapa Hyang Bhatara-Bhatari.Oleh karenanya waktu Rsi Markandeya berkunjung di wilayah itu dan memberikan nama Parahyangan dengan Dusunnya Melinggih yang berarti linggih/Injakan Suci Beberapa Dewa dan nama dari Parahyangan sendiri sekarang ini dengan singkat penyuaraannya jadi Payangan.
Rsi Markandeya pengikut paham Siwa beliau seorang mahayogi yang dari India,beliau yang pertamanya kali tiba bersama penganutnya yakni wong aga ke Bali sesudah ketidakberhasilan pertama kalinya di Rimba alas menyeramkan taro payangan mana yang beberapa dari penganutnya mati karena terserang pandemi penyakit,ditangkap binatang buas dan lain-lain. Sebab pulau bali pada waktu itu alamnya masih pingit/menyeramkan,oleh karenanya beliau kembali pada pertapaannya di Gunung Raung,jawa timur dan meminta panduan ke Hyang Pasupati supaya diberi jalan keringanan dan keselamatan,waktu itu dia diperintah supaya menanam panca datu yakni lima elemen logam mulia yang terbagi dalam emas,perak,tembaga,besi dan mirah di lereng Gunung Tohlangkir/Gunung Agung selaku lambang kemampuan dunia dan semesta alam.
Setelah tiba beliau dan penganutnya kembali pada pulau bali persisnya di lereng Gunung Tohlangkir selaku gunung paling tinggi di Nusa Dawa panggilan pulau bali waktu itu dan beliau mengawali ritus menanam panca datu yang arah intinya ialah meminta ke Hyang Siwa Mahadewa selaku penguasa Gunung Tohlangkir supaya yadnya ini berjalan baik dan prima.Sesudah menanam panca datu di lereng Gunung Tohlangkir selaku persyaratan landasan kemampuan jagat bali,di mana wilayah waktu menanam panca datu itu dinamakan Jengukih/Besakih yang berarti terus tenteram,selamat dan rahayu.sesudah usai lakukan pengurip jagat,beliau memperoleh sabda wahyu dari Hyang Siwa Mahadewa supaya membuat salah satunya Parahyangan beliau yang berada di murwaning bumi/pusat bumi,sebab di sanalah kehadiran beliau selaku murti (sakti) dari beberapa Hyang Bhatara-Bhatari ring jagat bali ada hingga harus distanakan dan dilinggihkan,waktu itu beliau memperoleh perintah dan jalankan apa yang disabdakan oleh Hyang Siwa Mahadewa dengan ketegasan jiwa dan keiklasan beliau bersama penganutnya berjalan ke arah wilayah arah yakni pusat murwaning bumi.
Di saat dalam perjalanan beliau datang di satu wilayah yang paling subur dan cantik tapi beliau rasakan getaran-getaran sepiritual yang paling hebat, lalu dengan kemampuan sidhi/bathin beliau rasakan dan yakini jika tempat di mana beliau bertumpu berikut selaku pusat bumi/murwaning bumi.Hingga benar-benar pas sekali jika sabda Hyang Siwa Mahadewa inginkan supaya dibuatkannya satu Parahyangan/Kahyangan Dewata di wilayah ini.Waktu itu beliau membuat kahyangan pertamanya kali di Bumi Parahyangan Dewata yakni Kahyangan Murwa Bumi yang bermakna Murwa ning Bumi (Pusat Bumi) selaku lambang pertama kali kehidupan yang ada atau selaku pancering jagat bali.Kehadiran seorang pendeta suci sekalian Yogi/Pertapa Rsi Markandeya selaku pimpinan rohaniawan dari wong aga di Bumi Parahyangan,memberi bermacam jenis pelajaran ke penganutnya khususnya tuntunan siwaistis dengan bermacam saluran yang disebutkan sekte siwa yang tercipta jadi bermacam jenis sekte-sekte yakni Siwa sidantha,Pasupata,Bhairawa,Kalamukha,Sambhu dan linggayat sekte-sekte itu jadi lambang penyembahan khusus ke Dewa Siwa di pulau bali dan menunjukkan jika kekhususan wilayah Payangan selaku tempat suci dan mulia pada waktu itu.
Salah satunya Kahyangan Dalam Tua/Pura Dalam Kuno di daerah Payangan ialah Pura Dalam Agung Payangan di Banjar Sema, Dusun Melinggih, Kecamatan Payangan berkenaan asal mula berdirinya pura sakral dan paling tua ini sebagai Parahyangan ida Bhatari lingsir yang bertitel Bhatari Durga sakti dari Dewa Siwa (Bhatara Guru) dan kenapa disebutkan lingsir sebab Pura Dalam Agung ini yang pertamanya kali berada di Jagat Payangan dan selaku salah satu Pura Dalam paling tua di Bali hingga warga biasanya terutamanya Payangan kerap mengatakan Dalam tua.
Pura Dalam Agung Payangan ini benar-benar kuat hubungannya dengan Pura Murwa Bumi dan pada zaman dulu penyebutan Pura belum dikenali yang ada cuman Kahyangan.Seperti berdasar sebagian penglingsir Dusun tradisi Sema,Payangan yang mengatakan Pura Dalam Agung ini dahulunya kerap disebut Kahyangan Dalam Purwa Bumi yang kehadirannya selaku pengiring Pradana dari Kahyangan Murwa Bumi selaku Purusa yang berada di banjar pengaji dan adanya bukti-bukti lain seperti lontar Markandeya Purana Tatwa yang sekarang ini disimpan di Pura Penataran Agung Besakih mengatakan jika ada sesudah Rsi Markandeya membuat Kahyangan Amurwa Bumi (Murwa Bumi) ring Parahyangan kemudian kembali lagi Rsi Markandeya membuat Kahyangan Dalam Purwa (Purwa Bumi) ring Parahyangan,hingga kehadiran ke-2 Pura ini di Bali sebagai salah satunya landasan kemampuan religius di Pulau Bali terutamanya daerah Bali tengah yang dilambangkan selaku lambang Bhuwana Agung yakni kemampuan Tuhan selaku Purusa/Si Hyang Angkasa dan Pradana/Si Hyang Pertiwi (ngadeg ring Bumi).
Di saat Rsi Markandeya kembali pada Gunung Raung di Jawa timur untuk capai moksa, Kahyangan Dalam Purwa (Purwa Bumi) oleh beberapa penganut Rsi Markandeya yang sempat tinggal sesaat di bumi parahyangan dipakai selaku tempat penyembahan khusus sekte Bhairawa untuk memuliakan Dewa Siwa dan saktinya Durga Bhairawi hingga kehadiran Tegik Pemuwunan Agung sekarang ini di Pura Dalam Agung Payangan menunjukkan dulu tegik itu dipakai selaku salah satunya fasilitas khusus penyembahan sekte Bhairawa di bali terutamanya Payangan dan penyembahan sekte Bhairawa telah berkembang cepat semenjak tengah era kedelapan di zaman kerajaan Bedahulu dan tuntunan Bhairawa benar-benar terkenal di bali sampai sekarang ini. Ada kerajaan pemerintah bali dwipa dinasti Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa yang waktu itu jadi pusat kerajaan yang memiliki nuansa Hindu terutamanya Siwa-Budha waktu kehadiran seorang Brahmana Pandita Budha Mahayana dari Daha Kediri Jawa Timur.
Beliau ialah Mpu Kuturan/Dang Hyang Rajakertha tiba ke bali Isaka 923 atau tahun 1001 Masehi beliau bersama dengan 5 Brahmana bersaudara dari Panca Rsi (Panca Tirta) dari jawa dan beliau ditugaskan oleh Raja Daha Kediri Prabu Airlangga supaya menolong ke-2 orang tuanya selaku raja bali dwipa sebab di bali waktu itu pada kondisi mencemaskan sebab kerap berlangsung kerusuhan dimana saja sebagian besar dusun yang berada di bali sebab berasal dari barisan warga penyembah dari sekte-sekte yang berkembang seperti sekte Brahma,Wisnu,Ganapati,Sora,Indra dan Budha ditambahkan lagi ada sekte Siwa yang sudah ada lebih dulu berkembang di bali seperti Siwa sidantha,Pasupata,Bhairawa,Kalamukha,Sambhu dan Linggayat hingga waktu itu terdaftar tiga belas sekte yang berkembang di bali,dengan pengetahuan warga bali yang buruk dan memunculkan perselisihan berkelanjutan dalam warga bali oleh karenanya Mpu Kuturan tiba ke bali selaku Purohita atau Pendeta khusus kerajaan bali dwipa dengan di bawah pimpinan Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa yang memperintahkan supaya Mpu Kuturan mengubah mekanisme sekte saluran keyakinan di bali yang telah ada atau sekte-sekte yang baru dan mempersatukan semua sekte-sekte yang ada terhitung diantaranya ialah Sekte Siwa Shidantha dan Bhairawa selaku sekte yang terbesar di bali, supaya dari sekte itu terciptalah jadi satu kesatuan yakni Tri Murti Kahyangan tiga/kemampuan tuhan yang khusus Brahma, Wisnu, Siwa dan sekte Bhairawa dan Siwa Sidantha berpindah peranan jadi Pura Dalam yang memuja kesaktian spesial dari Dewa Siwa dan Dewi Durga.
Ada perombakan mekanisme pada Kahyangan tua di bali karena itu tiap dusun di semua pulau bali terhitung dusun Melinggih Parahyangan/Payangan waktu itu dengan kahyangan intinya Dalam Purwa (Purwa Bumi) dirubah jadi sisi mekanisme Mpu Kuturan pada zaman jaman kerajaan Bali Dwipa yakni Dalam Kahyangan tiga lan setra payangan di mana Pura berikut dulu di sungsung oleh semua warga Payangan terutamanya dusun Melinggih. Selanjutnya waktu kerajaan Bedahulu jatuh ke tangan kerajaan Majapahit beberapa era selanjutnya hadirlah turunan raja bali majapahit angkatan Ida I Dewa Agung Pemayun dari Gelgel Klungkung yang bekerja selaku penguasa wilayah Payangan karena waktu itu bumi payangan tidak ada raja selaku pimpinan yang mengurusi semua desa-desa di payangan terhitung Pura Dang Kahyangan dan Kahyangan Tiga Payangan sebab dusun payangan waktu itu telah menyungsung Pura Dalam Purwa selaku pura dalam paling tua yang pertamanya kali berada di payangan karena itu dari faksi Puri Payangan tak perlu kembali membuat Pura Dalam Kahyangan dan cuman membuat Pura kawitan Dalam Tengaling selaku lambang turunan kerajaan kelungkung di bali turunan Ida I Dewa Agung Pemayun di Klungkung.
Dusun Melinggih Payangan dan Kerajaan Puri Payangan adalah pengabih sekalian penyungsung khusus Ida Bhatari Dalam lingsir hingga Kahyangan Dalam Purwa (Purwa Bumi) yang masa datang berbeda nama dan posisinya jadi Pura Dalam Agung Payangan yang bermakna Pura Dalam yang khusus dan paling besar dan selaku pusat atau induk dari semua Pura Dalam Kahyangan Tiga di tiap dusun pekraman di payangan.
Pura Dalam Agung ini ada bermacam warisan berbentuk arca pralingga dewa dengan bermacam-macam dan ukuran yang dibuat dari batu padas hingga nampak terang kesederhanaan dalam pengerjaan arca patung itu pada periode lalu seperti arca bedogol raksasa-raksasi,arca dewa menunggang harimau,arca dewa siwa menunggang Nandini,arca singa,arca pendeta/Rsi,arca bedogol durga Bairawi dan lain-lain.
Kekhasan Pura Dalam Agung Payangan :
– Pura Dalam Agung Payangan mempunyai bermacam kekhasan yakni ada Bale Pejagalan/Bale timbangan yang berada di Madya Mandala dan berperan secara niskala Bale Pejagalan ini untuk mengangsung buruk baiknya tindakan arwah manusia di Dunia (marcapada) atau dapat dikatakan sebagai Akhiratnya Dunia.
– Adanya Gedong Pemijilan Agung yang berarti Pemijilan ialah (mijil) satu permulaan dan awalnya kehidupan dan akhirnya kematian hingga Pura Dalam Agung Payangan ialah pusat dari awalnya dan akhir kehidupan makhluk ciptaan Tuhan di dunia dan selaku stana Kahyangan Bhatara Guru (Dewa Siwa) dan Bhatari Uma Parwati hingga Pura Dalam Agung Payangan mempunyai penyembahan Purusa (Siwa) dan Pradana (Durga).
– Adanya Pelinggih Banaspati yang secara mitologi Hindu Banaspati ialah Raja Jin,Setan, Gandarwa,Arwah lembut,Penguasa Rimba Menyeramkan dan lain-lain. Peranan beliau di Pura Dalam Agung Payangan ini selaku pengabih dari Ida Bhatari Lingsir Dalam Agung.
– Adanya Pelinggih Bujangga ingat pada jaman dulu di Pura Dalam Agung Payangan ini telah distanakan Ida Ratu Siwa Bujangga Sakti, karena itu setiap saat mengadakan upacara tak perlu kembali memakai Ida Pedanda (sulinggih) dalam pimpin upacara dan cukup dituntaskan oleh Jan Banggul atau Jero Mangku selaku pamucuk kreasi di Pura Dalam Agung Payangan dengan didahului minta tirta atau kakuluh di pelinggih Bujangga. Namun bersamaan perubahan jaman dan ada pemerintah kerajaan di payangan karena itu waktu itu baru diterapkannya ketentuan memakai Ida Pedanda (sulinggih) dalam pimpin jalannya upacara di Pura Dalam Agung Payangan, tetapi secara niskala/mulia masih didahului mengatur piuning dan meminta tirta atau kakuluh di pelinggih Bujangga dan secara sekala Ida Pedanda (sulinggih) cuman pimpin proses persembahyangan umat yang bersembahyang di Pura Dalam Agung Payangan.
– Adanya Gendang Keramat Dag,Dug,Dag,Plung gendang yang cuman bisa dibunyikan di saat Ida Bhatari lingsir Dalam Agung tedun ring payogan beliau dan kabarnya gendang berikut selaku penanda dari Bala Maya unen-unen atau rencangan panjak drue Ida Bhatari yang sejumlah 108 ribu jumlahnya.
– Kekhasan yang lain dan adat di Pura Dalam Agung Payangan ialah Jro Mangku tidak menggunakan Genta/Bajra dalam melakukan Upacara keagamaan di Pura Dalam Agung Payangan dan ini menunjukkan keunikan dari Pura tua di bali.
Pura Dalam Agung Payangan dipisah jadi tri mandala yakni Tercela Mandala,Madya Mandala dan Khusus Mandala tapi Pura Dalam Agung Payangan ini mempunyai kekhasan dan kemungkinan cuma ada salah satu di Bali Pura Dalam yang betul-betul turun ke Dalam/Dalam yang makna sesungguhnya nama dari Dalam ialah susah di mendekati atau jauh ke dalam (Siwa-Durga) hingga ada arti Tuhan tidak gampang di mendekati kecuali manusia itu telah dalam pencerahan Religius tingkat tinggi atau menjauhi dari karakter duniawi ke arah kesucian dan keiklasan lahir bathin atau bisa kembali lagi ke Si Pembuat lewat kematian. begitupun dengan tuntunan Durga kiwa (kiri) dan Siwa tengen (kanan) dan berikut yang disebut Rwa Bhineda transisi kehidupan dan buruk baiknya Dunia semuanya ada di Pura Dalam Agung Payangan ini hingga siapa saja bisa menghaturkan sembah di Pura Dalam ini tanpa ketidaksamaan posisi,kelompok kelas atau kedudukan sebab Pura ini ialah Sthana khusus dari Dewa Siwa dan Dewi Uma/Durga yang memberi anugrah keselamatan,panjang usia atau Taksu Duniawi ke tiap umat manusia.
Mistis Keangkeran Pura Dalam Agung Payangan karena Pura Dalam Agung Payangan ini selaku tempat melinggihnya sekalian Parahyangan ida Bhatari Dalam lingsir tidak bisa disangkal Kepingitan atau Keangkeran dari Pura Dalam paling tua di Payangan ini dan narasi warga dusun di tempat khususnya orangtua dulu atau warga dusun yang lain pernah menyaksikan atau rasakan keangkeran dari penjaga alam niskala Pura Dalam Agung Payangan bercerita jika wujud fisik dan sinyal unen-unen atau rencangan ida Bhatari Dalam lingsir jika tedun/datang di saat waktu serta hari spesifik hingga jika ada manusia di saat waktu dan jam yang tidak dibetulkan lakukan aktivitas ida duwe tentu menampakan bentuknya dan " ida Duwe rencangan sangat banyak dan menakutkan dan berbentuk yang aneh-aneh" yakni :
Berbentuk potongan kepala manusia berkuncung,Berbentuk wanita elok,Berbentuk ular naga antaboga,Berbentuk tokek raksasa,Berbentuk ular putih yang paling panjang,Berbentuk kepiting putih raksasa,Berbentuk rangda putih,Berbentuk tangan-tangan dan kaki yang kerap berjalan mengelilingi makam,Berbentuk ular Kendang, Berbentuk Ular Belang Weling,Berbentuk ayam putih berkaki tiga,Berbentuk bola api besar berbentuk Banaspati Raja yang bisa menghanguskan apa yang dilaluinya dan masih banyak unen-unen atau rencangan ida Bhatari Dalam lingsir yang sejumlah beberapa ribu jumlahnya dan yang jelas dengarnya saja membuat bulu kuduk bergidik apalagi rasakan atau menyaksikan kemunculan yang berbentuk aneh-aneh itu, dan adanya bermacam kekhasan yang berada di Pura Dalam Agung Payangan ini baik itu Sekala atau Niskala menunjukkan jika kekuasaan Tuhan tidak hanya cuman semesta alam atau Makhluk Ciptaannya yang riil tapi selain itu Tuhan membuat makhluk di luar dimensi alam lain yakni alam Niskala.
Pura yang terkait dengan perjalanan suci Rsi Markandeya di Bumi Payangan yakni ;
Pura Muwa Bumi di Br.Pengaji
Pura Dalam Agung Payangan di Br.Sema
Pura AirJeruk / Er Jeruk Payangan di Br.Semaon
Pura Agung Payangan di Br.Payangan Dusun
Pura Puseh Melinggih Payangan di Br.Melinggih
Pura Alas Menyeramkan Payangan di Dusun Kerta
Kahyangan berikut selaku sad Kahyangan enam Parahyangan Dewata di Payangan dengan kehadiran pelinggih spesial Ida Ratu Siwa Bujangga pendeta di alam niskala di tiap pura kuno yang berada di payangan selaku simbolisasi kombinasi dampak jaman dharma yatra/perjalanan suci Rsi Markandeya di bali.