Janganlah menjadi Sombong
Janganlah menjadi Sombong
“Gua peteng tang mada moha kesmala
Maladi yolania mageng maha wisa
Wisata sang wruh rikanang jurangkali
Kalinganing sastra suluh nika praba”
(Kekawin Ramayana Sargah 3)
Terjemahan :
Kemabukan (mada), kesombongan (moha) dan perbuatan hina (kesmala) seperti gua yang gelap atau ular besar yang berbisa (berbahaya), karena itu bagi orang bijaksana dapat menyadari itu sebagai jurang yang terjal dan hendaknya ilmu pengetahuan suci (sastra) patut dipakai sebagai obor penerangan yang benderang.
ULASAN
Salah satu ajaran Hindu yang masih berkaitan dengan etika dan tata susila adalah Tri Kaya Parisudha, dimana pembagiannya adalah berpikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik pula. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia diantara makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya manusia harus dapat mengimplementasikan ajaran tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Mengenai suatu perkataan yang kita ucapkan baik sadar ataupun tidak sadar, terkadang menimbulkan kebahagiaan dan juga penderitaan bagi diri kita sendiri dan orang lain. Tanpa kita sadari, terkadang apa yang kita ucapkan menimbulkan sikap kesombongan dan keangkuhan serta egoisme. Perkataan orang yang sombong selalu ditandai dengan kata-kata yang bermakna paling, yakni, paling tahu, paling hebat, paling pintar, paling kaya, dan sebagainya
Perilaku orang sombong adalah meremehkan orang lain, mengecilkan orang lain, membesarkan dirinya sendiri, tidak bisa diatasi, berpotensi menghina orang lain namun ia tidak sadar bahwa perilakunya itu dapat menyakitkan hati orang lain. Ciri-ciri lain orang sombong adalah selalu membanggakan dirinya sendiri karena memiliki pendidikan tinggi atau memiliki kekayaan. Ia menuntut penghargaan tinggi walaupun dia tidak pantas mendapat penghormatan itu. Sombong tergolong pada asubhakarma (perbuatan yang tidak baik atau jahat). Sombong termasuk pula pada Tri Mala (Tri : tiga, Mala : penyakit, kejelekan) yang terdiri dari Kesmala (perbuatan yang hina dan kotor), Mada (perkataan yang kotor dan dusta), dan Moha (pikiran, perasaan yang curang dan sombong). Orang yang sombong, tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merugikan dirinya sendiri, karena kesombongannya itu dapat menimbulkan kejengkelan seseorang atau memicu perkelahian yang fatal. Hal ini besar kemungkinan terjadi kalau saja yang dihadapi oleh orang sombong itu adalah orang-orang yang emosional atau dengan pertimbangan-pertimbangan yang pendek. (Raka Mas, 2002: 6-7).
Dalam Bhagavadgita XVI sloka 4 juga disebutkan bahwa sifat sombong itu dimiliki oleh orang yang bersifat jahat dan merupakan jalan terbuka lebar menuju neraka. Mereka yang selalu sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan. Mereka ingin disembah oleh orang lain dan mereka menuntut penghormatan, walaupun mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut kehendak sendiri. Dengan demikian sloka ini mengingatkan kita agar menjadi orang waras, menghindari kejahatan dan meningkatkan kesadaran diri pribadi menjadi manusia yang selalu melaksanakan subha karma (perbuatan yang baik) agar memperoleh kehidupan yang baik, nyaman dan sejahtera.
Dari perkataan, dari cara seseorang berbicara kita dapat melihat bahwa orang yang kita ajak bicara itu orang baik atau tidak, orang pandai atau tidak. Tetapi karena ada kebiasaan untuk “bertanam tebu di bibir” maka kita harus waspada. Bukan saja waspada dalam mendengar kata-kata orang lain, tetapi juga waspada dalam mengeluarkan kata-kata atau berbicara agar tidak menimbulkan suatu sikap kesombongan dan keangkuhan. Karena “Lidah kamu, harimau kamu, memotong kepala kamu”. Lidahmu atau kata-katamu akan buas, sebagai harimau yang mungkin akan menjerumuskan engkau kelembah derita, disamping menyebabkan sakit hati orang lain. Setajam-tajam pedang, lidah manusia lebih tajam lagi karena tusukan pedang mungkin dapat disembuhkan tetapi tusukan kata-kata dari perkataan manusia itu akan melukai dan mengasami hati seumur hidup.
Kesombongan dan keangkuhan berawal dari cara seseorang berbicara dan dari perkataannya itu. Sehingga kata-kata yang kita ucapkan memegang peranan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam Nitisastra (V.3) dikatakan :
“Wasita nimittanta manemu laksmi,
Wasita nimittanta pati kapangguh,
Wasita nimittanta manemu duhkha,
Wasita nimittanta manemu mitra”.
Artinya :
Karena kata-kata engkau mendapat kebahagiaan.
Karena kata-kata engkau menemui ajalmu.
Karena kata-kata engkau menderita nestapa.
Karena kata-kata engkau mendapat teman.
Disamping itu dikatakan juga bagaimana perbedaan kata-kata yang dikeluarkan oleh seorang yang budiman dengan seorang yang jahat.
Bhatara haricandanatisaya tisnira, humewihi tejaning wulaan,Satisnira kinalihan kalewihan tekapi wacana sang mahardika.
Ikang dahana bahni tiksna mapans lumewihi sira tejaning rawi.
Panas nira kinalihan kaluwihan tekapi wacananing duratmaka.
(Nitisastra III.10)
Artinya :
Perbawa Bhatara Wisnu itu sejuk melebihi kesejukan sinar bulan. Walaupun demikian kata-kata orang budiman saleh itu melebihi dua kali lipat kesejukannya. Panas api menyala itu melebihi panas matahari di dunia ini. Tetapi kata-kata orang jahat itu dua kali lipat melebihi kepanasan api itu.
Adapun cerminan bagi orang-orang yang sombong adalah suatu saat nanti dan pada saatnya tiba, dia akan berbalik malu dan menderita atas perkataan dan perbuatan yang telah dia lakukan terhadap orang lain, karena apa yang ia katakan dan perbuat belum tentu lebih baik dan benar daripada perkataan dan perbuatan orang lain. Dia akan menerima karmanya sendiri. Dalam Slokantara, sloka 13 (10) menyatakan bahwa karma itu pengikut yang setia. Hanya karmalah, yaitu perbuatan baik ataupun buruk yang mengikuti jiwa manusia sebagai bayangannya baik di dunia ataupun di akhirat. Dalam Saramuscaya, sloka 32 juga dikatakan bahwa adapun yang ikut sebagai teman jika kita kedalam alam baka adalah karma (perbuatan baik atau buruk). Oleh karena itu berusahalah berbuat dan berkata yang baik, jangan sombong dan angkuh karena itulah yang akan menjadi sahabat yang akan menuntun jiwa ke alam baka kelak. Karena orang-orang yang sombong termasuk orang yang jahat maka karmanya akan mengantarkan dia pada pintu gerbang neraka dan harus menerima hukuman sesuai dengan karmanya itu