Pura Peninjoan Menyali Buleleng
Pengibaran Bendera Merah Putih Warisan Gajah Mada
Kalau upacara pengibaran bendara Meraj Putih di alun-laun atau lapangan umum, adalah wajar dan sudah biasa dilakukan bila ada upacara nasional. Tapi, kalau upacara pengibaran bendara Merah Putih dilakukan di sebuah kahyangan, adalah unik dan langka di Bali serta di Indonesia umumnya. Itulah yang terjadi di Pura Peninjaoan Menyali Buleleng.
Raihan menakjubkan terjadi di Pura Peninjoan, Desa Menyali. Bendera Merah Putih
yang diyakini warisan Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit dikibarkan di
jeroan Pura Peninjoan. Pengibaran bendera sakral ini dilakukan oleh ribuan krama Menyali di Pura
Peninjoan pada hari Minggu sore (14/9/2008). Pengibaran bendera ini tampak unik dan sakral karena peserta upacaranya menggunakan pakaian bersembahyang. Upacaranya pun mirip dengan pengibaran bendera layaknya peringatan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus-an. Bendera dikibarkan oleh tiga orang pemuda-pemudi desa yang juga berseragam sembayang.
Sedangkan puluhan siswa-siswa berdiri di jaba pura yang bertugas sebagai regu
penyanyi. Pengibaran bendera sakral ini tidak diiringi kidung melainkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Suasana yang dirasakan krama pun sangat menakjubkan. Rasa bangga, semangat
kemerdekaan bercampur suasana spiritual menyelimuti pada krama yang menghadiri
upacara pengibaran bendera ini. Usai pengibaran bendera, tiba-tiba seorang jero pemangku istri kerauhan.
Diyakini, ia sebagai Mahapatih Gajah Mada yang menyaksikan secara langsung
upacara pengibaran bendera ini di Pura yang berdiri di lahan seluas sekitar 2
are. Saat kerauhan, sosok Gajah Mada meminta sebatang rokok serta menegak minuman arak
sebagai pertanda ia hadir menyaksikan upacara ini. "Kulo iki datang ke sini meyaksikan upacara," kata Gajah Mada dengan berbahasa dan logat Jawa. Berulang kali, Gajah Mada memekikkan kata-kata Merdeka. Ribuan umat pun menyambutnya dengan pekik merdeka. "Merdeka, merdeka, merdeka," pekik ribuan umat. Gajah Mada juga meminta umat untuk kembali menyanyikan lagu-lagu perjuangan,seperti lagu Merah Putih berbahasa Bali ciptaan Darna serta lagu perjuangan
lainnya, yaitu Berkibarlah Benderaku.
Tak berselang lama, seorang jero mangku istri juga kerauhan. Jero mangku istri
yang dalam kerauhannya menggunakan bahasa Cina diyakini sebagai Dewi Kwan In. Sang Dewi pun menyatakan gembira dengan upacara pengibaran bendera tersebut. Dewi Kwan In menari-nari menuju tugu pura. Di depan tugu, Dewi Kwan In meminta agar tugu utama Pura Peninjoan dibungkus dengan kain Merah Putih.
Sabda Mahapatih Gajah Mada
Pengibaran bendera Merah Putih di Pura Peninjoan yang berusia sangat tua ini
memiliki sejarah spiritual yang sangat tinggi. Bendera Merah Putih ini ditancapkan di pura tua ini setelah melalui proses pencarian yang sangat lama. Pencarian Pura Peninjoan dilakukan langsung oleh Mahapatih Gajah Mada secara niskala.
"Ha ..ha...saya senang sekali di Menyali. Dari dulu sudah ada sabdha untuk bawa bendera ke sini. Dari dulu cari Pura Peninjauan (Peninjoan, red). Kulo cari ke sana ke mari namanya Puro Peninjauan. Kulo tinggal di Bali sudah suruh antar
bendera ke sini. Sekarang sampe bendera ke sini. Dulu kulo ga tau (di mana letak
Pura Peninjoan)." Demikian petikan petuah yang diberikan oleh Mahapatih Gajah
Mada melalui Jero Mangku Istri. Pulau-pulau Nusantara dipantau dariPura Peninjoan.
Pura Peninjoan yang memiliki ukiran khas pura-pura tua di Bulelelng yang
terletak di belahan Bali Utara. Pura tua ini memiliki sejarah penting dalam sejarah Majahapit hingga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sabdha yang disampaikan Mahapatih Gajah Mada Pura Peninjoan dahulu kala adalah sebuah bukit tinggi yang disebut Bukit Peninjauan.
"Dulu ini bukit
Peninjauan," pekik Mahapatih Gajah Mada.
Mahapatih Gajah Mada menceritakan saat menginjakkan kaki di pulau dewata ini
dirinya dapat melihat pulau-pulau yang tersebar di Nusantara dari bukit ini.
"Dari sini meninjauan pulau-pulau. Makanya di sini ditaruh bendera," kata Mahapatih Gajah Mada.
Kedatangan Mahapatih Gajah Mada di upacara bendera ini tidak disia-siakan
umat Hindu di Desa Menyali. Mereka pun ingin mengetahui makna dari bendera Merah
Putih sakral tersebut.
Mahapatih Gajah Mada menguraikan, bendera Merah Putih memiliki makna penting bagi Bali dan Indonesia. "Ini namanya (bendera Merah Putih) sebagai
persatuan Umat Hindu. Persatuan umat bangsa Indonesia," kata Gajah Mada. Gajah Mada pun berpesan agar piodalan pengibaran bendera Merah Putih dilakukan dalam waktu lama sehingga seluruh pemedek Umat Hindu di Bali mengetahuinya serta dapat tangkil di Pura Peninjoan. "Sekarang supaya tahu ada bendera. Terus pemedek akeh. Yang jauh-jauh tahu di sini," pesannya.
Warga yang Tidak Yakin Sakit Kepala
Pengibaran bendera Merah Putih warisan Kerajaan Majapahit di Pura Peninjoan,
Menyali tidak berjalan dengan mulus. Terjadi pro kontra di kalangan krama di
Menyali untuk mengibarkan bendera sakral ini. Pro kontra di kalangan krama, baik yang setuju dan tidak setuju mengibarkan bendera di jeroan Pura Peninjoan yang sempat mewarnai proses ini juga dituturkan Mahapatih Gajah Mada. Hal ini terjadi karena belum semua krama meyakini bahwa
bendera tersebut adalah warisan dari Kerajaan Majapahit.
"Ada orang tidak yakin biarin saja. Dulu ada orang tak percaya. Ngapain taruh
bendera di pura. Tak benar itu. Orang laki ini (yang menentang). Ada umat di sini menentang nanti kepalanya terus saja sakit," kata Gajah Mada. Pengibaran bendera Merah Putih di tempat asalnya ini diyakini akan memberikan berkah bagi krama Desa Menyali yang sebagian kramanya masih hidup tak berkecukupan. Keyakinan itu diberikan langsung oleh Gajah Mada. Ia mengatakan
bahwa Desa Menyali akan tumbuh subur.
"Buktikan nanti makmur di sini. Subur di
sini," kata Gajah Mada disambut pekik merdeka oleh krama yang memenuhi jeroan
hingga ke jabaan pura.
Gajah Mada dan Ki Barak Panji Sakti berstana di Pura Peninjoan. Pura Peninjoan terletak di Desa Menyali yang lokasinya sekitar 15 km arah timur Singaraja. Pura yang memiliki ukiran khas seperti pura-pura tua di Bulelelng berdiri di areal yang luasnya sekitar dua are.
Di samping pura inti, terdapat pohon tua berukuran raksasa yang berdiri tegak. Warga Menyali meyakini sebelum
memasuki desanya atau krama yang bekerja di perantauan setiap pulang ke desa
selalu menyempatkan diri bersembahyang di Pura Peninjoan. Namun kini Pura Peninjoan memiliki arti penting secara spiritual tidak hanya bagi warga penyungsungnya di Menyali, melainkan seluruh krama Bali.
Ida Prabu Gede, yang mendapat pawisik dari Gajah Mada untuk mengibarkan Bendera
Merah Putih di Pura Peninjoan mengatakan, pura ini sekarang tidak lagi hanya merupakan pura khayangan tiga melainkan telah menjadi Pura Sad Kahayanga. Ida Prabu menambahkan Mahapatih Gajah Mada dan Raja Bulelelng Ki Barak Panji Sakti berstana di Pura Peninjoan.
"Sekarang seluruh masyarakat Bali akan bersembahyang ke Pura Peninjoan ini," katanya.
Ida Prabu meminta agar masyarakat Menyali dengan tulus ikhlas menghaturkan
yadnya di pura ini. "Ketulusan saat menghaturkan yadnya kepada Sang Hyang Widhi
Wasa akan memberikan berkah kepada umat Hindu," tuturnya.
Reporter : Gede Suardana source : http://yatra-bali.blogspot.com/
Kalau upacara pengibaran bendara Meraj Putih di alun-laun atau lapangan umum, adalah wajar dan sudah biasa dilakukan bila ada upacara nasional. Tapi, kalau upacara pengibaran bendara Merah Putih dilakukan di sebuah kahyangan, adalah unik dan langka di Bali serta di Indonesia umumnya. Itulah yang terjadi di Pura Peninjaoan Menyali Buleleng.
Raihan menakjubkan terjadi di Pura Peninjoan, Desa Menyali. Bendera Merah Putih
yang diyakini warisan Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit dikibarkan di
jeroan Pura Peninjoan. Pengibaran bendera sakral ini dilakukan oleh ribuan krama Menyali di Pura
Peninjoan pada hari Minggu sore (14/9/2008). Pengibaran bendera ini tampak unik dan sakral karena peserta upacaranya menggunakan pakaian bersembahyang. Upacaranya pun mirip dengan pengibaran bendera layaknya peringatan HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus-an. Bendera dikibarkan oleh tiga orang pemuda-pemudi desa yang juga berseragam sembayang.
Sedangkan puluhan siswa-siswa berdiri di jaba pura yang bertugas sebagai regu
penyanyi. Pengibaran bendera sakral ini tidak diiringi kidung melainkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Suasana yang dirasakan krama pun sangat menakjubkan. Rasa bangga, semangat
kemerdekaan bercampur suasana spiritual menyelimuti pada krama yang menghadiri
upacara pengibaran bendera ini. Usai pengibaran bendera, tiba-tiba seorang jero pemangku istri kerauhan.
Diyakini, ia sebagai Mahapatih Gajah Mada yang menyaksikan secara langsung
upacara pengibaran bendera ini di Pura yang berdiri di lahan seluas sekitar 2
are. Saat kerauhan, sosok Gajah Mada meminta sebatang rokok serta menegak minuman arak
sebagai pertanda ia hadir menyaksikan upacara ini. "Kulo iki datang ke sini meyaksikan upacara," kata Gajah Mada dengan berbahasa dan logat Jawa. Berulang kali, Gajah Mada memekikkan kata-kata Merdeka. Ribuan umat pun menyambutnya dengan pekik merdeka. "Merdeka, merdeka, merdeka," pekik ribuan umat. Gajah Mada juga meminta umat untuk kembali menyanyikan lagu-lagu perjuangan,seperti lagu Merah Putih berbahasa Bali ciptaan Darna serta lagu perjuangan
lainnya, yaitu Berkibarlah Benderaku.
Tak berselang lama, seorang jero mangku istri juga kerauhan. Jero mangku istri
yang dalam kerauhannya menggunakan bahasa Cina diyakini sebagai Dewi Kwan In. Sang Dewi pun menyatakan gembira dengan upacara pengibaran bendera tersebut. Dewi Kwan In menari-nari menuju tugu pura. Di depan tugu, Dewi Kwan In meminta agar tugu utama Pura Peninjoan dibungkus dengan kain Merah Putih.
Sabda Mahapatih Gajah Mada
Pengibaran bendera Merah Putih di Pura Peninjoan yang berusia sangat tua ini
memiliki sejarah spiritual yang sangat tinggi. Bendera Merah Putih ini ditancapkan di pura tua ini setelah melalui proses pencarian yang sangat lama. Pencarian Pura Peninjoan dilakukan langsung oleh Mahapatih Gajah Mada secara niskala.
"Ha ..ha...saya senang sekali di Menyali. Dari dulu sudah ada sabdha untuk bawa bendera ke sini. Dari dulu cari Pura Peninjauan (Peninjoan, red). Kulo cari ke sana ke mari namanya Puro Peninjauan. Kulo tinggal di Bali sudah suruh antar
bendera ke sini. Sekarang sampe bendera ke sini. Dulu kulo ga tau (di mana letak
Pura Peninjoan)." Demikian petikan petuah yang diberikan oleh Mahapatih Gajah
Mada melalui Jero Mangku Istri. Pulau-pulau Nusantara dipantau dariPura Peninjoan.
Pura Peninjoan yang memiliki ukiran khas pura-pura tua di Bulelelng yang
terletak di belahan Bali Utara. Pura tua ini memiliki sejarah penting dalam sejarah Majahapit hingga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sabdha yang disampaikan Mahapatih Gajah Mada Pura Peninjoan dahulu kala adalah sebuah bukit tinggi yang disebut Bukit Peninjauan.
"Dulu ini bukit
Peninjauan," pekik Mahapatih Gajah Mada.
Mahapatih Gajah Mada menceritakan saat menginjakkan kaki di pulau dewata ini
dirinya dapat melihat pulau-pulau yang tersebar di Nusantara dari bukit ini.
"Dari sini meninjauan pulau-pulau. Makanya di sini ditaruh bendera," kata Mahapatih Gajah Mada.
Kedatangan Mahapatih Gajah Mada di upacara bendera ini tidak disia-siakan
umat Hindu di Desa Menyali. Mereka pun ingin mengetahui makna dari bendera Merah
Putih sakral tersebut.
Mahapatih Gajah Mada menguraikan, bendera Merah Putih memiliki makna penting bagi Bali dan Indonesia. "Ini namanya (bendera Merah Putih) sebagai
persatuan Umat Hindu. Persatuan umat bangsa Indonesia," kata Gajah Mada. Gajah Mada pun berpesan agar piodalan pengibaran bendera Merah Putih dilakukan dalam waktu lama sehingga seluruh pemedek Umat Hindu di Bali mengetahuinya serta dapat tangkil di Pura Peninjoan. "Sekarang supaya tahu ada bendera. Terus pemedek akeh. Yang jauh-jauh tahu di sini," pesannya.
Warga yang Tidak Yakin Sakit Kepala
Pengibaran bendera Merah Putih warisan Kerajaan Majapahit di Pura Peninjoan,
Menyali tidak berjalan dengan mulus. Terjadi pro kontra di kalangan krama di
Menyali untuk mengibarkan bendera sakral ini. Pro kontra di kalangan krama, baik yang setuju dan tidak setuju mengibarkan bendera di jeroan Pura Peninjoan yang sempat mewarnai proses ini juga dituturkan Mahapatih Gajah Mada. Hal ini terjadi karena belum semua krama meyakini bahwa
bendera tersebut adalah warisan dari Kerajaan Majapahit.
"Ada orang tidak yakin biarin saja. Dulu ada orang tak percaya. Ngapain taruh
bendera di pura. Tak benar itu. Orang laki ini (yang menentang). Ada umat di sini menentang nanti kepalanya terus saja sakit," kata Gajah Mada. Pengibaran bendera Merah Putih di tempat asalnya ini diyakini akan memberikan berkah bagi krama Desa Menyali yang sebagian kramanya masih hidup tak berkecukupan. Keyakinan itu diberikan langsung oleh Gajah Mada. Ia mengatakan
bahwa Desa Menyali akan tumbuh subur.
"Buktikan nanti makmur di sini. Subur di
sini," kata Gajah Mada disambut pekik merdeka oleh krama yang memenuhi jeroan
hingga ke jabaan pura.
Gajah Mada dan Ki Barak Panji Sakti berstana di Pura Peninjoan. Pura Peninjoan terletak di Desa Menyali yang lokasinya sekitar 15 km arah timur Singaraja. Pura yang memiliki ukiran khas seperti pura-pura tua di Bulelelng berdiri di areal yang luasnya sekitar dua are.
Di samping pura inti, terdapat pohon tua berukuran raksasa yang berdiri tegak. Warga Menyali meyakini sebelum
memasuki desanya atau krama yang bekerja di perantauan setiap pulang ke desa
selalu menyempatkan diri bersembahyang di Pura Peninjoan. Namun kini Pura Peninjoan memiliki arti penting secara spiritual tidak hanya bagi warga penyungsungnya di Menyali, melainkan seluruh krama Bali.
Ida Prabu Gede, yang mendapat pawisik dari Gajah Mada untuk mengibarkan Bendera
Merah Putih di Pura Peninjoan mengatakan, pura ini sekarang tidak lagi hanya merupakan pura khayangan tiga melainkan telah menjadi Pura Sad Kahayanga. Ida Prabu menambahkan Mahapatih Gajah Mada dan Raja Bulelelng Ki Barak Panji Sakti berstana di Pura Peninjoan.
"Sekarang seluruh masyarakat Bali akan bersembahyang ke Pura Peninjoan ini," katanya.
Ida Prabu meminta agar masyarakat Menyali dengan tulus ikhlas menghaturkan
yadnya di pura ini. "Ketulusan saat menghaturkan yadnya kepada Sang Hyang Widhi
Wasa akan memberikan berkah kepada umat Hindu," tuturnya.
Reporter : Gede Suardana source : http://yatra-bali.blogspot.com/