Pura Pasimpenan Baturaya Desa Tumbu Kelod Karangasem
Lama Terkubur Kini Bangkit Kembali
Berdirinya Pura Pasimpenan Baturaya ini berawal dari berbagai keunikan. Bahkan pura ini disebut-sebut telah lama terkubur, namun atas petunjuk niskala Ida Sasuhunan bangkit kembali. Ternyata ada hubungan dekat secara niskala dengan Kahyangan Jagat Kancing Gumi di Batu Lantang Sulangai Petang Badung.
Berbagai kegaiban terjadi mengiringi proses pendirian Pura Pasimpenan Baturaya. Bahkan sebelum pura ini berdiri, isyarat gaib tak henti bermunculan lewat keganjilan yang ada. Bagaimana latar belakang pendirian pura yang berada di Desa Tumbu Kelod, Karangasem yang kini menjadi penangkilan seluruh umat ini?
Diungkapkan oleh Nyoman Sudana Intaran selaku manggala karya pura Pasimpenan Baturaya, sebelum pura didirikan tahun 2006 lalu, ia mendapat informasi dari Pasek Suardika, SH (Pimpinan Umum Tabloid Bali Aga) yang sebelumnya pemilik lahan pura menemukan di internet terdapat Prasati Tumbu dengan tahun Saka 1247 (1325 M). Pada prasasti ini disebutkan di Desa Tumbu terdapat Pura Pasimpenan. Ini ditemukan dengan tidak sengaja, dan anehnya setelah ditelusuri lebih jauh informasi ini lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas.
Hal ini juga didukung Jro Mangku Tapakan Antiga berdasarkan teropong niskala yang dilakukannya dan menemukan bahwa memang sebelumnya terdapat pura di sana. Ditambah lagi dengan berbagai keganjilan yang sering dialami oleh Nyoman Sudana sebagai warga yang memiliki merajan di sebelah tanah kosong yang dulunya hijau dengan tanaman pandan berduri.
“Setiap ada upacara di sanggah tiang di sebelah tanah Pak Pasek ini, tiang selalu menyaksikan api sebesar kelapa jatuh dari atas ke tanahnya Pak Pasek. Dan kejadian ini selalu di atas jam 12 malam. Sebelumnya ini selalu menjadi tanda tanya apa sebenarnya yang terjadi,” jelas Sudana.
Tanpa sebab yang jelas ia pernah mendapati cincinnya jatuh, dan entah kenapa ketika dicari ditemukan di depan padma yang ada di tanah sebelah merajannya. Tak hentinya keganjilan datang seakan ingin menyadarkan Pura Pasimpenan Baturaya sudah lama terkubur dalam ingatan dan kini Ida Sesuhunan akan bangkit lagi.
“Keganjilan yang tiang alami saat mendapat tugas mengantar bendesa ke Pura Kancing Gumi yang sebelumnya tiang tidak pernah datangi. Namun saya menolak tugas tersebut dan berkata ‘Semua sekarang membuat pura untuk mendapatkan dana’. Hingga tiba waktunya sebelum hari H, malamnya saya bermimpi dan membuat saya ikut ke Kancing Gumi,” ungkapnya.
Dalam mimpi tersebut ia merasa berada pada sebuah pura, dan di utama mandala pura terdapat tiga buah gedong dengan keunikannya masing-masing. Pada gedong pertama dilihat api besar berkobar dengan keadaan gedong di atasnya tertutup. Anehnya api tersebut tidak membakar gedong.
Pada gedong kedua dilihat mengeluarkan air yang sangat jernih. Air tersebut ditampung oleh sebuah kolam yang ada di depan gedong. Dan pada gedong ketiga ia mendengar suara seperti orang sedang mengobati pasien yang merintih kesakitan. “Dalam mimpi tersebut saya berfikir, kenapa ada orang mengobati tetapi tidak terlihat wajahnya. Yang terdengar hanya suara laki-laki yang kesakitan, dan suara wanita yang mengobati. Setelah pikiran itu berlalu kemudian nak istri dalam gedong tersebut berbicara ‘Ning, buin kutus dina mai nyen’. Saya berfikir besoknya akan ke pura mengantar bendesa. Apakah arti mimpi ini ada kaitannya.” tuturnya.
Sebelum memutuskan untuk ikut ke Pura Kancing Gumi, ia menelpon adiknya dan sungguh heran karena adiknya menangis mendengar mimpi tersebut. Menurutnya adik nya tersebut juga bermimpi kakaknya nangkil ke Pura Kancing Gumi. Bahkan nama orang-orang yang akan ikut ke pura tersebut disebutkan dengan jelas, padahal sebelumnya adiknya tidak tahu bahkan tidak kenal. Dari kejadian tersebut membuat Sudana semakin yakin untuk nangkil ke Pura Kancing Gumi.
Sungguh hal yang tidak terduga karena apa yang ia lihat dalam mimpi memang ada di Pura Kancing Gumi ini. Hanya saja ia tidak melihat kolam pada salah satu gedong. Delapan hari kemudian ia kembali datang ke Pura Kancing Gumi sesuai dengan perintah yang ia dengar dalam mimpinya. Di situlah ia meminta agar di pura ini dibuatkan kolam seperti apa yang ia lihat dalam mimpi. Namun dari pihak pura menolak karena menurut mereka, di Pura Kancing Gumi memang sudah terdapat kolam. Akhirnya ia ditunjukkan dan kaget karena sebelumnya ia tidak melihat kolam tersebut.
“Ada pawisik agar nangkil ke Griya Cau Belayu untuk membuat Tapakan Ratu Gede, Barong dan Rangda. Dan pasupatinya harus dimintakan di Pura Kancing Gumi,” ungkapnya. Setelah mencari hari baik tibalah waktunya masupati. Dalam suasana pasupati, pura diliputi aura magis yang menggetarkan. Muncul cahaya laksana bulan sebesar bungsil kelapa dan ngincegin Ratu Mas. Kejadian tersebut seakan sebagai tanda bahwa ini mendapat berkat dari Ida Sesuhunan. Ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara Pura Kancing Gumi dan Pura Pasimpenan Baturaya. Meski secara geografis, letak kedua pura sangat jauh berada pada batas wilayah yang berbeda.
Tapakan Ratu Mas Alit Sakti inilah yang berstana di Pura Pasimpenan Baturaya. Anehnya setiap pujawali, Tapakan Ratu Mas Alit Sakti selalu tiba lebih dahulu di Pura Kancing Gumi. “Untuk semakin meyakinkan diri akhirnya kembali ada bawos bahwa Sasuhunan Pura Kancing Gumi malinggih ring Pura Pasimpenan Baturaya,” jelasnya. Enam bulan kemudian sejak Tapakan Ratu Mas Alit Sakti malinggih ring Pura Pasimpenan Baturaya mulailah membuka pintu pasimpenan.
Setiap pujawali di Pura Kancing Gumi, Tapakan Ratu Mas Alit Sakti selalu rauh. Anehnya sebelum Ida Sesuhunan ini tiba di Pura Kancing Gumi maka upacara di pura belum berjalan. Selalu ada keganjilan dan kekurangan yang menyebabkan pelaksanaan pujawali tertunda. Namun setelah Ida Sasuhunan rauh, barulah upacara berjalan lancar. Secara sekala Ida Sasuhunan Pura Pasimpenan Baturaya merupakan pemegang kunci gedong yang ada di Pura Kancing Gumi. Sehingga sebelum pemegang kunci datang untuk membukakan gembok maka gedong tidak akan terbuka. Ini berarti bahwa upacara baru bisa berlangsung setelah Ida Sasuhunan Pura Pasimpenan Baturaya tiba di Pura Kancing Gumi. Dari kejadian ini bisa digambarkan betapa erat kaitan kedua pura tersebut.
Memang bukan hal yang mudah untuk meyakini suatu kebenaran yang telah lama terpendam. Namun pendirian pura bukanlah hal yang main-main, dan berbagai isyarat bahkan paica bawos dari Ida Sesuhunan menunjukkan cihna bahwa Beliau memang ada dan berstana di Pura Pasimpenan Baturaya ini.
Berlanjut setelah Ida Sasuhunan malinggih di sini, berbagai kegaiban masih terus terjadi. Memang pemandangan yang unik karena di madya mandala pura bisa disaksikan terdapat patung Budha yang cukup besar dengan posisi tidur. “Ida Sasuhunan meminta agar ada Budha di sini. Uniknya lagi di utama mandala terdapat sebuah lingga yang diapit oleh patung Budha yang tertutup di sebelah kirinya dan Candi Hindu Jawa di sebelah kanannya. Dalam perkembangan pembangunan pura pun mengalami suatu perubahan. “Awalnya hanya berencana membangun pura kecil. Tetapi karena perkembangan yang ada, Pura ini diakui oleh desa lain dan setelah kedatangan Ida Pedanda Diksa Singarsa dari Griya Gede Babakan, Cau Belayu dan mengatakan bahwa Ida melihat ada palinggih marong tiga seperti di Pura Kancing Gumi. Kemudian diperluas lagi hingga jadilah seperti apa yang ada saat ini,” jelas Sudana.
Tidak berhenti sampai di situ, lagi-lagi pawisik menjadi suatu tuntunan dalam menetapkan langkah yang harus diambil selanjutnya. “Tiang kembali bermimpi, sebuah patung di Pura Kancing Gumi. Patung itu persis seperti yang ada di Pura Semeru. Untuk meyakinkan kemudian matur apakah mimpi itu benar disaksikan oleh beberapa tokoh Pura Kancing Gumi. Ternyata memang benar di Pura Kancing Gumi harus terdapat patung seperti apa yang saya impikan,” jelasnya.
Namun bukan hal yang mudah untuk menggambarkan patung apa yang ia lihat dalam mimpi tersebut. Sehingga proses untuk membuat patung itu cukup lama. Berbagai upaya ditempuh. “Sampai-sampai saya diperlihatkan ratusan contoh foto patung dan disuruh memilih. Namun satupun tidak ada yang sesuai seperti yang saya lihat dalam mimpi. Menggambarkannya saya tidak bisa,” ungkap Sudana.
Anehnya teka-teki patung itupun terjawab. Dengan kedatangan seorang tapakan Kahyangan Tiga dan mencoba menggambarkan patung tersebut. Sudana merasa kaget karena memang benar, itulah patung yang ia maksudkan. Sebuah patung yang berwujud perempuan yang tak lain adalah Saktinya Dewa Wisnu memegang kendi tempat tirta. Akhirnya patung itu kini ada di Pura Kancing Gumi
Reporter : Ida Ayu Made Sadnyari & Puspa source : http://yatra-bali.blogspot.com/
Berdirinya Pura Pasimpenan Baturaya ini berawal dari berbagai keunikan. Bahkan pura ini disebut-sebut telah lama terkubur, namun atas petunjuk niskala Ida Sasuhunan bangkit kembali. Ternyata ada hubungan dekat secara niskala dengan Kahyangan Jagat Kancing Gumi di Batu Lantang Sulangai Petang Badung.
Berbagai kegaiban terjadi mengiringi proses pendirian Pura Pasimpenan Baturaya. Bahkan sebelum pura ini berdiri, isyarat gaib tak henti bermunculan lewat keganjilan yang ada. Bagaimana latar belakang pendirian pura yang berada di Desa Tumbu Kelod, Karangasem yang kini menjadi penangkilan seluruh umat ini?
Diungkapkan oleh Nyoman Sudana Intaran selaku manggala karya pura Pasimpenan Baturaya, sebelum pura didirikan tahun 2006 lalu, ia mendapat informasi dari Pasek Suardika, SH (Pimpinan Umum Tabloid Bali Aga) yang sebelumnya pemilik lahan pura menemukan di internet terdapat Prasati Tumbu dengan tahun Saka 1247 (1325 M). Pada prasasti ini disebutkan di Desa Tumbu terdapat Pura Pasimpenan. Ini ditemukan dengan tidak sengaja, dan anehnya setelah ditelusuri lebih jauh informasi ini lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas.
Hal ini juga didukung Jro Mangku Tapakan Antiga berdasarkan teropong niskala yang dilakukannya dan menemukan bahwa memang sebelumnya terdapat pura di sana. Ditambah lagi dengan berbagai keganjilan yang sering dialami oleh Nyoman Sudana sebagai warga yang memiliki merajan di sebelah tanah kosong yang dulunya hijau dengan tanaman pandan berduri.
“Setiap ada upacara di sanggah tiang di sebelah tanah Pak Pasek ini, tiang selalu menyaksikan api sebesar kelapa jatuh dari atas ke tanahnya Pak Pasek. Dan kejadian ini selalu di atas jam 12 malam. Sebelumnya ini selalu menjadi tanda tanya apa sebenarnya yang terjadi,” jelas Sudana.
Tanpa sebab yang jelas ia pernah mendapati cincinnya jatuh, dan entah kenapa ketika dicari ditemukan di depan padma yang ada di tanah sebelah merajannya. Tak hentinya keganjilan datang seakan ingin menyadarkan Pura Pasimpenan Baturaya sudah lama terkubur dalam ingatan dan kini Ida Sesuhunan akan bangkit lagi.
“Keganjilan yang tiang alami saat mendapat tugas mengantar bendesa ke Pura Kancing Gumi yang sebelumnya tiang tidak pernah datangi. Namun saya menolak tugas tersebut dan berkata ‘Semua sekarang membuat pura untuk mendapatkan dana’. Hingga tiba waktunya sebelum hari H, malamnya saya bermimpi dan membuat saya ikut ke Kancing Gumi,” ungkapnya.
Dalam mimpi tersebut ia merasa berada pada sebuah pura, dan di utama mandala pura terdapat tiga buah gedong dengan keunikannya masing-masing. Pada gedong pertama dilihat api besar berkobar dengan keadaan gedong di atasnya tertutup. Anehnya api tersebut tidak membakar gedong.
Pada gedong kedua dilihat mengeluarkan air yang sangat jernih. Air tersebut ditampung oleh sebuah kolam yang ada di depan gedong. Dan pada gedong ketiga ia mendengar suara seperti orang sedang mengobati pasien yang merintih kesakitan. “Dalam mimpi tersebut saya berfikir, kenapa ada orang mengobati tetapi tidak terlihat wajahnya. Yang terdengar hanya suara laki-laki yang kesakitan, dan suara wanita yang mengobati. Setelah pikiran itu berlalu kemudian nak istri dalam gedong tersebut berbicara ‘Ning, buin kutus dina mai nyen’. Saya berfikir besoknya akan ke pura mengantar bendesa. Apakah arti mimpi ini ada kaitannya.” tuturnya.
Sebelum memutuskan untuk ikut ke Pura Kancing Gumi, ia menelpon adiknya dan sungguh heran karena adiknya menangis mendengar mimpi tersebut. Menurutnya adik nya tersebut juga bermimpi kakaknya nangkil ke Pura Kancing Gumi. Bahkan nama orang-orang yang akan ikut ke pura tersebut disebutkan dengan jelas, padahal sebelumnya adiknya tidak tahu bahkan tidak kenal. Dari kejadian tersebut membuat Sudana semakin yakin untuk nangkil ke Pura Kancing Gumi.
Sungguh hal yang tidak terduga karena apa yang ia lihat dalam mimpi memang ada di Pura Kancing Gumi ini. Hanya saja ia tidak melihat kolam pada salah satu gedong. Delapan hari kemudian ia kembali datang ke Pura Kancing Gumi sesuai dengan perintah yang ia dengar dalam mimpinya. Di situlah ia meminta agar di pura ini dibuatkan kolam seperti apa yang ia lihat dalam mimpi. Namun dari pihak pura menolak karena menurut mereka, di Pura Kancing Gumi memang sudah terdapat kolam. Akhirnya ia ditunjukkan dan kaget karena sebelumnya ia tidak melihat kolam tersebut.
“Ada pawisik agar nangkil ke Griya Cau Belayu untuk membuat Tapakan Ratu Gede, Barong dan Rangda. Dan pasupatinya harus dimintakan di Pura Kancing Gumi,” ungkapnya. Setelah mencari hari baik tibalah waktunya masupati. Dalam suasana pasupati, pura diliputi aura magis yang menggetarkan. Muncul cahaya laksana bulan sebesar bungsil kelapa dan ngincegin Ratu Mas. Kejadian tersebut seakan sebagai tanda bahwa ini mendapat berkat dari Ida Sesuhunan. Ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara Pura Kancing Gumi dan Pura Pasimpenan Baturaya. Meski secara geografis, letak kedua pura sangat jauh berada pada batas wilayah yang berbeda.
Tapakan Ratu Mas Alit Sakti inilah yang berstana di Pura Pasimpenan Baturaya. Anehnya setiap pujawali, Tapakan Ratu Mas Alit Sakti selalu tiba lebih dahulu di Pura Kancing Gumi. “Untuk semakin meyakinkan diri akhirnya kembali ada bawos bahwa Sasuhunan Pura Kancing Gumi malinggih ring Pura Pasimpenan Baturaya,” jelasnya. Enam bulan kemudian sejak Tapakan Ratu Mas Alit Sakti malinggih ring Pura Pasimpenan Baturaya mulailah membuka pintu pasimpenan.
Setiap pujawali di Pura Kancing Gumi, Tapakan Ratu Mas Alit Sakti selalu rauh. Anehnya sebelum Ida Sesuhunan ini tiba di Pura Kancing Gumi maka upacara di pura belum berjalan. Selalu ada keganjilan dan kekurangan yang menyebabkan pelaksanaan pujawali tertunda. Namun setelah Ida Sasuhunan rauh, barulah upacara berjalan lancar. Secara sekala Ida Sasuhunan Pura Pasimpenan Baturaya merupakan pemegang kunci gedong yang ada di Pura Kancing Gumi. Sehingga sebelum pemegang kunci datang untuk membukakan gembok maka gedong tidak akan terbuka. Ini berarti bahwa upacara baru bisa berlangsung setelah Ida Sasuhunan Pura Pasimpenan Baturaya tiba di Pura Kancing Gumi. Dari kejadian ini bisa digambarkan betapa erat kaitan kedua pura tersebut.
Memang bukan hal yang mudah untuk meyakini suatu kebenaran yang telah lama terpendam. Namun pendirian pura bukanlah hal yang main-main, dan berbagai isyarat bahkan paica bawos dari Ida Sesuhunan menunjukkan cihna bahwa Beliau memang ada dan berstana di Pura Pasimpenan Baturaya ini.
Berlanjut setelah Ida Sasuhunan malinggih di sini, berbagai kegaiban masih terus terjadi. Memang pemandangan yang unik karena di madya mandala pura bisa disaksikan terdapat patung Budha yang cukup besar dengan posisi tidur. “Ida Sasuhunan meminta agar ada Budha di sini. Uniknya lagi di utama mandala terdapat sebuah lingga yang diapit oleh patung Budha yang tertutup di sebelah kirinya dan Candi Hindu Jawa di sebelah kanannya. Dalam perkembangan pembangunan pura pun mengalami suatu perubahan. “Awalnya hanya berencana membangun pura kecil. Tetapi karena perkembangan yang ada, Pura ini diakui oleh desa lain dan setelah kedatangan Ida Pedanda Diksa Singarsa dari Griya Gede Babakan, Cau Belayu dan mengatakan bahwa Ida melihat ada palinggih marong tiga seperti di Pura Kancing Gumi. Kemudian diperluas lagi hingga jadilah seperti apa yang ada saat ini,” jelas Sudana.
Tidak berhenti sampai di situ, lagi-lagi pawisik menjadi suatu tuntunan dalam menetapkan langkah yang harus diambil selanjutnya. “Tiang kembali bermimpi, sebuah patung di Pura Kancing Gumi. Patung itu persis seperti yang ada di Pura Semeru. Untuk meyakinkan kemudian matur apakah mimpi itu benar disaksikan oleh beberapa tokoh Pura Kancing Gumi. Ternyata memang benar di Pura Kancing Gumi harus terdapat patung seperti apa yang saya impikan,” jelasnya.
Namun bukan hal yang mudah untuk menggambarkan patung apa yang ia lihat dalam mimpi tersebut. Sehingga proses untuk membuat patung itu cukup lama. Berbagai upaya ditempuh. “Sampai-sampai saya diperlihatkan ratusan contoh foto patung dan disuruh memilih. Namun satupun tidak ada yang sesuai seperti yang saya lihat dalam mimpi. Menggambarkannya saya tidak bisa,” ungkap Sudana.
Anehnya teka-teki patung itupun terjawab. Dengan kedatangan seorang tapakan Kahyangan Tiga dan mencoba menggambarkan patung tersebut. Sudana merasa kaget karena memang benar, itulah patung yang ia maksudkan. Sebuah patung yang berwujud perempuan yang tak lain adalah Saktinya Dewa Wisnu memegang kendi tempat tirta. Akhirnya patung itu kini ada di Pura Kancing Gumi
Reporter : Ida Ayu Made Sadnyari & Puspa source : http://yatra-bali.blogspot.com/