Besakih Dibangun 3.000 Tahun Sebelum Masehi
Baru saja Pura Agung Besakih menjadi pusat perhatian dunia. Sebab, di pura terbesar di Bali ini Rabu (25/3) digelar upacara Panca Bali Krama yang digelar 10 tahun sekali.
Pada zaman Kerajaan Waturenggong, untuk pertama kalinya di pura ini diselenggarakan upacara agung Ekadasa Rudra --pelaksanaannya sekali dalam 100 tahun -- atas petunjuk sang yajamana, Dang Hyang Nirartha. Lalu kapan Pura Agung Besakih didirikan?
SEJARAWAN Unud Dr. AA Bagus Wirawan mengatakan, dilihat dari bukti-bukti sejarah atau arkeologi, Pura Besakih diperkirakan sudah ada pada zaman prasejarah. Kapan didirikan, tidak bisa dijawab dengan pasti. Tetapi berdasarkan sumber yang lain, pura ini diperkirakan dibangun pada saat kedatangan Rsi Markendya ke Bali -- beliau menanam pancadatu di sana. 'Namun jika dilihat dari bukti arkeologi, mengacu pada peninggalan yang ada -- monumen berundak-undak -- pura ini dibangun pada zaman batu, yakni sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi,' ujar AA Wirawan, Senin (30/3) kemarin.
Selanjutnya pura ini dilengkapi dengan pelinggih Meru dan sebagainya. Itu terjadi pada saat Mpu Kuturan datang ke Bali. Pura Agung Besakih kemudian menjadi kahyangan jagat sekitar abad ke-14 atau sekitar tahun 1380 Sesudah Masehi pada zaman Raja Bali Dalem Ketut Ngulesir atau Semara Kepakisan yang berpusat di Gelgel. Sedangkan Pura-pura Padharman dibangun sejak abad ke-17 atau sekitar tahun 1686 Sesudah Masehi.
Purnama Kadasa
Pengurus Parisada Pusat Prof. Dr. Made Titib mengatakan, upacara Batara Turun Kabeh atau dikenal sebutan Usaba Waisaka berlangsung rutin setiap setahun sekali, tepatnya pada Purnama Kadasa. Upacara Batara Turun Kabeh memiliki arti penting bagi umat Hindu. Pada saat upacara itu Ida Batara 'diturunkan' (katedunang) di Pura Pesamuan Agung Besakih. Di situ ada upacara mapeselang. Batara-Batari setelah madeg menjadi Smara-Ratih yang didahului dengan upacara jejiwa, menyatu menjadi Siwa-Guru. Hyang Siwa-Guru ini kemudian kalinggihang di sanggar agung. Prosesi ritual munggah ke sanggar agung itu malantaran kebo matanduk emas. Di sanggar agung itulah Ida Batara disembah atau dipuja, kemudian umat nunas tirta amertha dan manik galih (beras yang tidak patah-patah). Manik galih itu kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing, ditempatkan di pulu (tempat menyimpan beras).
Hal senada dikatakan pengamat agama Ketut Wiana. Upacara Batara Turun Kabeh bermakna bahwa segala manifestasi Tuhan memberikan waranugraha kepada umat sesuai dengan fungsi dan profesinya. Dengan demikian semua profesi dan fungsi umat dapat bersinergi atas karunia Tuhan. Sinergi itu dapat berdaya guna memecahkan segala masalah kehidupan individual dan sosial.
Prof. Titib menambahkan, upacara Batara Turun Kabeh ini merupakan tradisi ritual keagamaan yang sudah lama. Kapan pertama kali dilaksanakan, Prof. Titib yang dosen IHDN Denpasar ini tidak tahu persis. Tetapi, Batara Turun Kabeh ini diperkirakan ada sejak Bali bersentuhan dengan India Timur dan India Selatan. (08)
Pada zaman Kerajaan Waturenggong, untuk pertama kalinya di pura ini diselenggarakan upacara agung Ekadasa Rudra --pelaksanaannya sekali dalam 100 tahun -- atas petunjuk sang yajamana, Dang Hyang Nirartha. Lalu kapan Pura Agung Besakih didirikan?
SEJARAWAN Unud Dr. AA Bagus Wirawan mengatakan, dilihat dari bukti-bukti sejarah atau arkeologi, Pura Besakih diperkirakan sudah ada pada zaman prasejarah. Kapan didirikan, tidak bisa dijawab dengan pasti. Tetapi berdasarkan sumber yang lain, pura ini diperkirakan dibangun pada saat kedatangan Rsi Markendya ke Bali -- beliau menanam pancadatu di sana. 'Namun jika dilihat dari bukti arkeologi, mengacu pada peninggalan yang ada -- monumen berundak-undak -- pura ini dibangun pada zaman batu, yakni sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi,' ujar AA Wirawan, Senin (30/3) kemarin.
Selanjutnya pura ini dilengkapi dengan pelinggih Meru dan sebagainya. Itu terjadi pada saat Mpu Kuturan datang ke Bali. Pura Agung Besakih kemudian menjadi kahyangan jagat sekitar abad ke-14 atau sekitar tahun 1380 Sesudah Masehi pada zaman Raja Bali Dalem Ketut Ngulesir atau Semara Kepakisan yang berpusat di Gelgel. Sedangkan Pura-pura Padharman dibangun sejak abad ke-17 atau sekitar tahun 1686 Sesudah Masehi.
Purnama Kadasa
Pengurus Parisada Pusat Prof. Dr. Made Titib mengatakan, upacara Batara Turun Kabeh atau dikenal sebutan Usaba Waisaka berlangsung rutin setiap setahun sekali, tepatnya pada Purnama Kadasa. Upacara Batara Turun Kabeh memiliki arti penting bagi umat Hindu. Pada saat upacara itu Ida Batara 'diturunkan' (katedunang) di Pura Pesamuan Agung Besakih. Di situ ada upacara mapeselang. Batara-Batari setelah madeg menjadi Smara-Ratih yang didahului dengan upacara jejiwa, menyatu menjadi Siwa-Guru. Hyang Siwa-Guru ini kemudian kalinggihang di sanggar agung. Prosesi ritual munggah ke sanggar agung itu malantaran kebo matanduk emas. Di sanggar agung itulah Ida Batara disembah atau dipuja, kemudian umat nunas tirta amertha dan manik galih (beras yang tidak patah-patah). Manik galih itu kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing, ditempatkan di pulu (tempat menyimpan beras).
Hal senada dikatakan pengamat agama Ketut Wiana. Upacara Batara Turun Kabeh bermakna bahwa segala manifestasi Tuhan memberikan waranugraha kepada umat sesuai dengan fungsi dan profesinya. Dengan demikian semua profesi dan fungsi umat dapat bersinergi atas karunia Tuhan. Sinergi itu dapat berdaya guna memecahkan segala masalah kehidupan individual dan sosial.
Prof. Titib menambahkan, upacara Batara Turun Kabeh ini merupakan tradisi ritual keagamaan yang sudah lama. Kapan pertama kali dilaksanakan, Prof. Titib yang dosen IHDN Denpasar ini tidak tahu persis. Tetapi, Batara Turun Kabeh ini diperkirakan ada sejak Bali bersentuhan dengan India Timur dan India Selatan. (08)